Kraksaan, mwcnukraksaan.or.id – Mengaji merupakan salah satu tradisi penting yang terus dipertahankan dan dilestarikan oleh kaum Nahdliyyin. Tradisi ini tidak hanya menjadi sarana untuk mendalami ilmu agama, tetapi juga menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang penuh dengan nilai-nilai spiritual dan sosial. Di tengah perkembangan zaman yang terus berubah, kebiasaan mengaji ini tetap relevan dan memberikan dampak positif bagi umat Islam, khususnya di kalangan Nahdliyyin. KH Abdul Wahid Umar, M.PdI, yang merupakan Mustasyar Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kraksaan, dengan tegas menyatakan bahwa seorang santri sejati akan terus mengaji sampai akhir hayatnya. “Santri abadi mengaji sampai mati,” tegasnya di sebuah grup WhatsApp Pengurus MWCNU Kraksaan, Sabtu (29/6/2024). Pernyataan KH Abdul Wahid Umar ini mencerminkan betapa pentingnya mengaji dalam kehidupan seorang santri. Mengaji bukan hanya sekedar membaca dan memahami teks-teks agama, tetapi juga melibatkan penghayatan dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks pendidikan, mengaji adalah sarana untuk mendalami berbagai ilmu agama, mulai dari tafsir Al-Qur’an, hadis, fiqih, hingga akhlak. Proses pembelajaran ini dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, di bawah bimbingan para kyai dan ulama yang mumpuni. Selain itu, mengaji juga berfungsi sebagai media dakwah yang efektif, karena melalui pengajian, pesan-pesan agama dapat disampaikan dengan cara yang mudah dipahami oleh masyarakat luas. Sementara Ketua MWCNU Kraksaan, Drs H Mohammad Sahudi M.Pd, menekankan pentingnya mempertahankan tradisi mengaji. “Tradisi yang perlu dipertahankan, dilestarikan, dan dikembangkan,” ungkapnya. Pernyataan ini menggambarkan komitmen NU untuk terus menjaga dan melestarikan tradisi mengaji, meskipun menghadapi tantangan modernisasi dan globalisasi. Mengaji juga berperan dalam membangun karakter dan moral masyarakat. Dengan rutin mengaji, individu akan terlatih untuk disiplin, tekun, dan sabar dalam menuntut ilmu. Selain itu, nilai-nilai kejujuran, keikhlasan, dan kebersamaan yang diajarkan dalam pengajian dapat membentuk pribadi yang berakhlak mulia dan berintegritas. Mengaji bukan hanya kegiatan individu, tetapi juga memiliki dimensi sosial yang kuat. Kegiatan pengajian sering kali melibatkan banyak orang, baik di lingkungan masjid, pesantren, maupun majelis taklim. Hal ini menciptakan ikatan sosial yang erat di antara para jamaah, serta memperkuat ukhuwah Islamiyah. Selain itu, mengaji juga menjadi wadah untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman. Para jamaah dapat berdiskusi, bertanya, dan mendapatkan penjelasan dari para ulama mengenai berbagai persoalan kehidupan. Dengan demikian, mengaji tidak hanya meningkatkan pengetahuan agama, tetapi juga memperluas wawasan dan memperdalam pemahaman mengenai berbagai aspek kehidupan. Penulis: Alfin Maulana Haz Post navigation Tingkatkan SDM, LTMNU Pasuruan Studi Banding ke LTMNU Kota Kraksaan Fatayat NU Kota Kraksaan Gelar Pelatihan Kader Pondok Konseling